PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan inayahnya kepada kita semua sehingga kita masih memiliki kesempatan untuk mengabdi dan beribadah kepadanya, Shalawat dan salam semoga senantisa tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad SAW, berkat perjuangan beliau kita dapat merasakan manis nya iman dan intelektualitas di masa sekarang ini.
Makalah yang berjudul “ Hellenisme dan Pemikiran Patristik“ ini penulis susun guna melaksanakan study pada mata kuliah Pengantar Filsafats, dan semoga makalah ini juga dapat bermanfaaat bagi segenap pembaca di dalam menambah ilmu pengetahuan kita .
Penulis menghaturkan ribuan terima kasih kepada segenap pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini, terutama kepada pembimbing yang telah menjadi sumber insfirasi terbentuk nya makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan.
Wasalamualaikum Wr. Wb.
Penulis
PENDAHULUAN
Apakah benar bahwa kekristenan dipengaruhi Hellenisme (filsafat Yunani, terutama Platonisme)? Berapa jauhkah pengaruh itu membentuk ajaran Tritunggal seperti yang dikatakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa (SSY)? Berikut diskusinya:
(Tanya)
SAKSI-SAKSI YEHUWA menyebut bahwa mulai abad ke-II M, para ‘pemikir Kristen’ membuat upaya yang sungguh-sungguh untuk mencapai para cendikiawan kafir. Guru-guru Kristen memadukan elemen-elemen filsafat dari budaya Helenistik di sekitar mereka ke dalam ajaran mereka. Filo dari Alexandria (abad-1) seolah-olah menunjukkan bahwa Alkitab boleh saja dikawinkan dengan gagasan Plato dan menunjukkan bahwa Yudaisme selaras dengan Humanisme Yunani-Romawi. Pemikirannya diteruskan Klemen dari Alexandria (abad-2) dan Origen (abad-3) yang menjadikan Neoplatonisme sebagai dasar yang disebut ‘filsafat Kristen’. Guru-guru Kristen itu telah menjadikan kekristenan dan filsafat Yunani menjadi satu tanpa dapat dipisahkan, dan akibat perpaduan itu, doktrin Tritunggal (abad-4) merembes ke dalam kekristenan.
(Jawab)
Apakah benar bahwa kekristenan & ajaran Tritunggal dipengaruhi Helenisme (filsafat Yunani, terutama Platonisme)? Helenisme sebagai budaya memang ada pengaruhnya pada Alkitab, misalnya Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani dan Perjanjian Lama juga diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani (Septuaginta), namun sekalipun rasul Yohanes menggunakan istilah Yunani ‘Logos’ untuk menjelaskan hakekat Yesus, pengaruh ajaran Plato ke dalam kekristenan perlu dipertanyakan kebenarannya, apalagi kalau disebut menghasilkan ajaran Tritunggal.
Masa patristik, para ahli pikir beragam pemikirannya ada yang menolak filsafat Yunani dan ada yang menerimanya, yang menolak adalah karena mereka sudah mempunyai sumber kebenaran yaitu firman Tuhan dan tidak dibenarkan mencari kebenaran lain seperti filsafat Yunani, sedang yang menerima beranggapan bahwa walau telah ada sumber kebenaran, tetapi tidak ada salahnya menggunakan filsafat Yunani, yang diambil tata cara berpikirnya, ahli pikir patristik antara lain: Justinus martir, Klemens, Tertullianus, Augustinus. Aliran skolastik berkaitan dengan sekolah dan merupakan corak khas dari sejarah filsafat abad pertengahan. Filsafat skolastik adalah filsafat yang mempunyai corak semata-mata agama, filsafat yang mengabdi kepada teologi, atau filsafat yang rasional memecahkan persolan-persoalan mengenai berpikir, sifat ada, kejasmanian, kerohanian, baik buruk, filsafat yang termasuk jajaran pengetahuan kodrat, akan dimasukkan ke dalam bentuk sintesa yang lebih tinggi antara kepercayaan dan akal, filsafat Nasrani, karena banyak dipengaruhi oleh ajaran gereja, ahli pikir skolastik antara lain, Peter Abaelardus, Albertus Magnus, Thomas Aquinas, William Ockham.
PEMBAHASAN
A. HELLENISME
1. STOISISME
Mazhab stoa didirikan di Athena oleh Zeno dari Kition sekitar tahun 300 SM. Nama stoa menunjukkan kepada serambi betiang, tempat Zeno memberikan pelajaran. Menurut stoisisme, jagat raya dari dalam sama sekali ditentuka oleh suatu kuasa yang disebut”Logos” (rasio). Oleh karenanya semua kejadian dalam alam berlangnsung menurut ketetapan yang tak dielakan. Jiwa mengambil bagian dalam Logos itu. Berdasarkan rasionnya, manusia sanggup mengenal universal jagat raya, jika memang demikian dia akan menguasai nafsu-nafsu dan mengendalikan diri secara sempurna, supaya ddengan penuh insyafan ia menaklukan diri pada hukum alam. Seseorang yang hidup menurut prinsip-prinsip Stoissisme sama sekalil tidak memperdulikan kematian dan segala mala petaka lain, karena insaf bahwa semua itu harus keharusan mutlak.
2. EPIKURISME
Epikuros (341-270) berasal dari pulau Samos dan mendirikan filsafat baru di Athena. Ia menghidupkan kembali Atomisme Demogkritos. Menurut pendapat Epikuros segala-galanya terdiri dari atom senantiasa bergerak secara kebetulan tubrukan dengan yang satu dan yang lain.
3. SKEPTISISME
Skeptisisme tidak merupakan suatu aliran yang jelas melainkan suatu tendesi agak umum yang hidup sampai akhir masa yunani kuno. Mereka berpikir bahwa dalam bidang teoritis manusia tidak sannggup mencapai kebenaran. Sikap umum mereka adalah kesangsian. Pelopor skeptisisme di Yunani adalah Pyrrho (365-275).
4. EKLEKTISISME
Salah seorang warga Roma yang biasanya di golongkan dalam elektisisme adalah Negarawan dan ahli berpidato tersohor yang bernama CICERO (106-43). Di Alexandria hidup seorang pemikir Yahudi yang barang kali terhitung dalam tendesi ini, namanya Philo (25 SM.-50 SM). Ia berusahan mendamaikan agama Yahudi dengan filsafat Yunani. Khususnya Plato.
5. NEOPLATONISME
Puncak terakhir dalam sejarah filsafat Yunani yanng di sebut, NEOPLATONISME. Sebagai mana namanya sudah menyatakan itu. Aliran ini bermaksuk menghidupkan kembali filsafat Plato. Tetapi tidak berarti bahwa pengikutnya tidak berpengaruhi filosof-filosof lain.
Filosof yang menciptakan sintesa bernama Plotinos (203/4-269/70). Ia lahir di Mesirdan umur 40 tahun ia tiba di Roma mendirikan sekolah Filsafat di sana. Seluruh sistim filsafat Plotinusberkisar pada kosep kesatuan. Atau dapat juga katakan bahwa seluruh sistim Filsafat Plotinus berkisar pada Allah, sebab Allah disebut nama dengan yang satu. Oleh karenanya dalam realitas seluruhnya terdapat gerakan dua arah dari atas ke bawah, dan dari bawah ke atas.
a. Dari atas kebawah
Pada puncak hirarki terdapat yang satu yaitu Allah. Setiap tarapdalam irarki berasal dari tarap lebih tinggi yang palinng berdekatan dengannya. Taraf satu berasal dari taraf lain melaui jalan pengeluaran atau emanasi. Dengan istilah emanasi mau ditunjukan bahwa penngeluaran itu berlangsung secara mutlak perlu, seperti air sungai yang perlu mutlak memancar dari sumbernya. Proses pengeluaran Plotinus dilukiskan sebagai berikut. Dari yang satu, dikeluarkan Akal dan Budi. Akal Budi ini sama saja dengan ide-ide Plato yang di anggap Plotinus sebagai suatu Intelek memeikirkan diri sendiri.
b. Dari bawah keatas
Setiap taraf hirarki mempunyai tujuan untuk kembaliakn kepada taraf lebih tinggi yang paling dekat dan karena itu secara tak langsung menuju ke Allah. Karena manusia mempunyai hubungan dengan taraf hirarki, ialah yang dapat melaksanakan pengambilan kepada Allah. Hal itu dicapai melalui tiga langkah:
Langkah pertama adalah penyucian, dimana manusia melepaikan diri dari materi dengan laku tapa. Langkah yang kedua adalah penerangan, dimana ia diterangngi dengan pengetahuan tentang idea-idea akal Budi. Akhirnya langkah ketiga adalah penyatuan dengan Tuhan yang melebihi segala pengetahuan. Langkah yangn terakhir ini ditunjukkan Plotinus dengan nama” ekstasis”.
Memang benar bahwa Filo, dan Klemen dan muridnya Origen berusaha memadukan Platonisme/Neo-Platonisme ke dalam ke-yahudi/kristen-an, tetapi apakah itu berarti bahwa ajaran kekristenan dipengaruhi Platonisme?
Plato (428-347sM) membagi realita menjadi ‘Dunia Bentuk/Ide’ dan ‘Dunia Materi.’ Bentuk/Ide yang tertinggi dan paling sempurna disebut ‘Yang Baik’ dan pengetahuan tentang itu menjadi sumber pembimbing dalam menentukan keputusan moral. Yang kelihatan di dunia ini yang diserap pancaindera lebih rendah dan merupakan copy tidak sempurna dari sumber di dunia Bentuk/Ide.
Pemikiran Plato dalam perkembangan ‘Middle Platonism’ dijabarkan sebagai hirarki prinsip ilahi yang dimulai dengan prinsip tertinggi yang disebut ‘Yang Satu’ yang mengandung ‘pikiran ilahi’ yang dipertentangkan dengan dunia materi atau jiwa yang jahat. Diperlukan pelarian dari yang jahat untuk mencapai ke arah ‘Yang Satu’ itu. Filsuf Yahudi Filo Yudaeus (15sM-c.45M) berusaha mengawinkan pemikiran ini dengan Yudaisme. Ia menyebut adanya Logos sebagai perantara antara Allah dan Manusia dan disebut firman atau hikmat Allah. Sekalipun pengaruhnya kuat dan tidak ditolak, para pemikir Yahudi juga tidak menerimanya.
Pada abad berikutnya berkembang ajaran ‘Gnostik’ (abad-2-3, ‘gnosis’ adalah pengetahuan yang dinyatakan) yang mengajarkan bahwa ‘percikan api ilahi’ jatuh dari realita ilahi ke alam materi yang jahat dan terpenjara dalam diri manusia. Melalui kebangunan kembali pengetahuan, elemen ilahi dalam diri manusia dapat kembali ke sumbernya. Bagi Gnostik, ada keberadaan asal yaitu Tuhan yang tidak dikenal, dan darinya ter-pancar/emanasi ilah-ilah lebih rendah yang berakhir dengan ‘Sofia’ (hikmat) yang memiliki keinginan untuk mengetahui ‘Keberadaan Tertinggi’ itu. Dari Sophia terbentuk ‘ilah yang merosot yang jahat yang disebut ‘demiurge’ yang dikirim untuk menyelamatkan manusia.’ Ada gnostik yang menyamakan demiurge dengan Allah Perjanjian Lama, dan ada yang mengatakan bahwa ‘Kristus, roh ilahi’ merupakan logos demigod yang mendiami manusia Yesus dan tidak mati disalib, melainkan kembali kepada sumbernya. Gnostik menolak penebusan Yesus Kristus dan kebangkitan tubuh.
Pemikiran Middle-Platonism diajarkan Amonius Saccas (c.174-c.242) dan dikembangkan muridnya Plotinus (205-270) sebagai Neo-Platonisme yang mengambarkan realita sebagai hirarki keberadaan yang makin ke bawah makin rendah dan merupakan ekspresi yang lebih rendah dari yang di atasnya, dan merupakan proses pencurahan energi Allah yang bertingkat. Tingkat teratas dari pencurahan ini disebut Logos dan tingkat di bawah dipancarkan/emanasi dari yang di atasnya, demikian seterusnya. Bagi Plotinus, proses emanasi yang merosot ke bawah diatasi dengan keinginan perenungan dari yang bawah menuju yang atas ke arah ‘Yang Satu/Baik’ itu. Tindakan kreatif dan ekspresif awal dari ‘yang Satu’ itu adalah ‘Nous’ (intelek atau Roh), dari sinilah kemudian terbentuk jiwa, yang membentuk, mengatur, dan memelihara alam materi. Peningkatan dari yang materi menuju ‘Yang Satu/Baik’ itu dilakukan melalui perenungan dan penyadaran.
Plotinus menolak gagasan Gnostik yang menyebut dunia materi itu jahat, tetapi dalam banyak segi lainnya keduanya saling mempengaruhi. Di satu sisi nafas Gnostik memasuki Neo-Platonisme, di sisi lain nafas Neo-Platonisme memasuki Gnostikisme. Pengaruh Neo-Platonisme masuk melalui Klemen dan kemudian muridnya Origen. Klemen (150-215) menolak ajaran Gnostik yang menekankan keselamatan melalui pengetahuan esoterik, namun Klemen berusaha menjembatani pemikiran Yunani,
Gnostik, dengan Injil. Baginya keselamatan hanya oleh iman tetapi juga menjadi dasar gnosis. Origen (185-254), murid Klemen, juga belajar pada Ammonius Saccas, pencetus Neo-Platonisme, dan mencampurkan konsep Platonisme dengan Injil. Baginya Allah menciptakan mahluk spiritual melalui Logos, aksi ini menunjukkan pembatasan dalam diri Allah. Origen berspekulasi bahwa jiwa itu merosot bertingkat, ada yang menjadi malaekat, ada yang menjadi manusia, dan yang jahat menjadi setan. Origen ditengarai bersifat Platonik dan terpengaruh tulisan Gnostik (Kisah Yohanes) karena ia menyebutkan Logos (firman) lebih rendah dari Bapa, bahwa Yesus bangkit secara spiritual dan dilihat berbeda-beda oleh orang tergantung tingkat spiritual mereka, menolak adanya neraka, dan secara moral mendukung universalisme. Karena pandangannya tentang perendahan Logos dan pemisahan dari Allah maka pada tahun 362, setengah muridnya pindah mengikuti Athanasius dan pada tahun 399 pandangannya di tolak gereja. Secara resmi teologia Origen ditolak raja Justinus I (543) dan diteguhkan dalam Konsili di Konstantinopel (553).
Arius (256-336) belajar di sekolah Anthiokia dibawah guru Yunani Lucian dan memadukan Neoplatonisme ke dalam pemikirannya. Sekolah Anthiokia terkenal sebagai sekolah yang merendahkan Kristus sekedar sebagai ciptaan lebih rendah dari Allah. Pre-existence Yesus bukanlah Allah tapi ciptaan pertama yang ‘seperti Allah’ (homoi-ousius) atau ‘demigod,’ semacam konsep ‘demiurge’ dalam Gnostik. Bagi Arius karena Yesus ciptaan, maka ia bukan Allah, dan bukan penebus karena hanya Allah yang bisa menebus.
Arius ditolak gereja Alexandria namun mengumpulkan murid-murid, dan kemudian diadakan Konsili Nicaea (325) yang menolak pengajarannya. Nicaea mengaku Yesus ‘sama dengan Allah’ (homoousius). Sekalipun telah ditolak gereja, secara sporadis masih ada kelompok yang menganut fahamnya, tetapi pada abad-7 hilang pengaruhnya. Kepercayaan Arius kemudian diteruskan kelompok Unitarian (abad-16), dan Christadelphian dan Saksi-Saksi Yehuwa (abad-19). Ensyclopaedia Britannica menyebut: “The Christology of Jehovah’s Witnesses, also, is a form of Arianism; they regard Arius as forerunner of Charles Taze Russel, the founder of their movement.” Dari sejarah ini kita dapat mengetahui bahwa memang ada pengaruh neo-platonisme dalam teologia Kristen, khususnya gereja Katolik pada masa itu, namun harus dicatat bahwa pengaruh yang mempengaruhi Klemen dan Origen justru berseberangan dengan mayoritas gereja, sehingga pengajaran Origen secara tegas kemudian ditolak gereja. Lebih-lebih pada akhir abad pertengahan (500-1500), pada masa Reformasi yang bernafas ‘sola scriptura’ maka pengaruh filsafat kristen yang platonik ditolak teologia Kristen Reformasi.
Sebaliknya kita dapat melihat bahwa pengaruh Platonisme/ Neoplatonisme, Gnostik, Origen, dan terutama Ariuslah yang mempengaruhi berat kepercayaan SSY. Konsep Saksi Yehuwa tentang Kristus yang adalah ciptaan jelas bersifat neo-platonis yang diajarkan baik oleh Origen maupun Arius dan konsep kepercayaan Yesus sebagai demigod mencerminkan pandangan Gnostik mengenai ‘demiurge’ maupun teori ‘emanasi’ Neo-Platonisme. Ajaran gnostik yang menganggap kebangkitan Yesus secara roh yang mempengaruhi Origen juga menjadi keyakinan SSY, demikian juga ajaran Origen tentang tidak adanya neraka diajarkan SSY. Konsep Arius mengenai Yesus yang adalah ciptaan dan bukan Allah sehingga tidak mungkin menjadi penebus juga menjiwai ajaran SSY, dan konsep Neoplatonis mengenai roh kudus (nous) sebagai energi Allah juga diajarkan SSY.
Dari sini kita dapat melihat bahwa kritik SSY bahwa kekristenan terpengaruh platonisme/neoplatonisme sebenarnya mengarah pada diri SSY sendiri. Bagi umat Kristen, Yesus adalah Tuhan & Allah yang sehakekat dengan Allah Bapa (homo-ousius) dan bukan lebih rendah seperti yang dipercaya SSY, yang bukan saja mempercayai Yesus lebih rendah dan tidak sehakekat dengan Bapa, tetapi juga bahwa Yesus adalah ciptaan dan bukan Allah.
Kita perlu menyadari bahwa gagasan Tritunggal (Allah yang tiga dan Esa) sudah terkandung dalam PL jauh sebelum Plato lahir. Dalam kitab Kejadian yang ditulis satu milenium sebelum Plato, disebutkan keberadaan Allah yang jamak (Kej.1:1-2,26;2:22), dan ketiganya digambarkan dalam peristiwa yang sama dimana Allah menjumpai Abraham dalam diri Malak Yahweh (Kej.16,18; Hk.13; Malak bukan malaekat biasa karena berfirman atas Nama-Nya sendiri), dan Yesaya (abad-6sM) sebelum Plato lahir menggambarkan ketritunggalan yang sama (Yes.63). Yohanes (abad-1) menggunakan istilah ‘logos’ menulis kitabnya sebelum Plotinus lahir dan mengawali Injilnya yang menyamakan ‘Logos’ dengan Allah Elohim yang sudah ada sejak mulanya dan menggunakan istilah ‘arche’, demikian juga dalam kitab Wahyu, baik Bapa mau pun Anak disebutkan ‘arche’ dan ‘telos’ (yang awal dan yang terakhir), dan juga ‘alfa’ dan ‘omega’ (huruf pertama dan terakhir abjad Yunani). Sekalipun belum berbentuk rumusan doktrin, baik Petrus, Yohanes, dan Paulus menggambarkan ‘ketiga-Nya yang esa’ dalam ucapan berkat mereka. Paulus mengidentikkan Roh Kudus dengan Roh Allah dan Roh Yesus, Pribadi Allah yang mendiami hati manusia sebagai Bait-Nya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa kepercayaan ‘Tritunggal’ berasal dari Alkitab, sedangkan kepercayaan ‘Anti Tritunggal’ SSY-lah yang terpengaruh ajaran Platonis/Neo-Platonis/Gnostik yang sebelumnya mempengaruhi Origen maupun Arius. Perumusan Tritunggal sebagai doktrin di Nicea (325 = Yesus adalah Allah) dan Konstantinopel (381 = Roh Kudus adalah Allah) bukan menciptakan ajaran baru, melainkan usaha mayoritas gereja menolak pengajaran ‘anti-trinitarian’ Arius dan mengembalikan dan memperjelas ajaran dan pengakuan iman Alkitab yang sudah dipercaya sejak abad pertama, sewaktu Yesus hidup di bumi.
B. ZAMAN PATRISTIK
1. Permuaan Patristik
Nama Patristik berasal dari kata latin yaitu Patres yang menunjukan kepada Bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad pertama tarikh Masehi yang meletakkan dasar Intelektual untuk agama Kristen. Mereka merintis jalan dalam memperkembangkan teologi Kristiani. Seorang yang dengan jelas menganut pendirian ini adalah Tertullianus (160-222). Orang yang pertama digelari sebagai filsuf kristiani adalah Justinus Martyr (abad 2). Sekitar tahun 165 ia mati Stahid di Roma.
2. Jaman Keemasan Patristik Yunani
Dalam abad-abad pertama, Gereja Kristen mengalami penganiayaan terus-menerus dari pihak penguasa-penguasa Romawi. Keadaan ini berubah secara radikal, ketika pada tahun 313 Kaisar Constantinus Agung menngeluarkan pernyataan yang biasa disebut” Edik Milano” dimana kebebasan beragama untuk semua orang Kristen yerjamin. Sesudah kejadian ini agama Kristen berkembang pesat dalam semua Propinsi kekaisar Romawi.
Masa Patristik berakhir dengan Johannes Damascenus awal abad 8.
3. Jaman Keemasan Patristik Latin
Diantara para Bapa-bapa Gereja pada masa Patristik yang palinng besar adalah Augustinus (354-430). Dari sudut sejarah Filsafat, dialah pemikir yang paling penting dari seluruh masa Patristik. Augustinus menulis banyak karangan. Yang termansyur ialah Confussiones (pengakuan-pengakuan), dimana ia mengisahkan riwayat hidupnya berupa doa dihadapan Tuhan. Jika kita mempelajari pemikiran Augustinus, kesulitan yang terbesar kita hadapi ialah bahwa dalam karya-karyanya filsafat tidak dapat dipisahkan dari teologi.
Dalam bidang filsafat, Augustinus mencari inspirasinya terutama dalam Neoplatonisme atau lebih tepat lagi dikatakan, dalam Platonisme, sebab ia sendiri tidak memperbedakan neoplatonisme (ajaran Plotinus) dari Platonisme (ajaran Plato sendiri). Dibawah ini beberapa pokok yang memiliki peranan dalam pemikirannya.
a. Ajaran tentang iluminasi
Pertama-tama dapat disebut pendapatnya tentang pengenalan. Dalam masa mudanya ia bergumul dengan problem-problem yang menyangkut skepsitisme. Tetapi akhirnya ia berkeyakinan bahwa skeptisisme tidak tahan uji. Rasio insani dapat mencapai kebenara-kebenaran yangn tak terubahkan. Manurut Augustinus, hal itu hanya mungkin karena kita mengambil bagian dalam Rasio Ilahi. Dalam Rasio Ilahi terdapat “kebenaran-kebenaran abadi” : kebenaran yang mutlak dan tak terubahkan. Rasio ilahi itu menerangi rasio insani. Allah adalh guru batiniah yang ber tempat tingal dalam batin kita dan menerangi roh manusiawi dengan kebenaranya itulah pendirian Aaugustinus yang biasdannyta di sebut ajaran iluminasi atau penerangan
b. Dunia jasmani
Dunia jasmani mengalami perkembangan terusmenerus, tetapi seluruh perkembangan itu tergantung pada Allah. Mula-mula Allah menciptakan suatu materi yang tidak mempunyai bentuk tertentu, tetpi didalamnya terdapat “rationes semineles” ( artinya : benih-benih ). Maksudnya ialah prinsip-prinsip aktif dari mana berkembang semua mahluk jasmani. Augustinus mengambil titik ajaran ini dari mazhab stoa. Augustinus menganut semacam teori evolusi, harus dijawab bahwa ia memang mengakui adanya perkembangan dalam dunia jasmani. Teta[I ia tidak memasudkan suatu evolusi atau mutasi jenis-jenis (Darwin : mutation of species ). Sebaliknya, dalam benih-benih itu segala sesuatu adalah sudah ada, seperti ayam sudah ada dalam telur. Dengan teori ini Augustinus berfikir dapat memecahkan beberapa kesulitan tentang penciptaan yang timbul jika memmbaca al-kitab.
c. Manusia
Dalam pemikiranya tentang manusia, Augustinus pasti dipengaruhhi oleh platonisme. Ia tidak menerima dualisme ekstrem plato tentang manusia (jiwa terkurung dalam tubuh), tetapi tidak dapat disangkal bahwa ia masih menganut semacam dualisme, misalnya bila ia melukiskan jiwa sebagai subtansi yang mengunakan tubuh. Tetapi tubuh (dan materi) tidak merupakan sember kejahatan. Satu-satunya kejahatan adalah dosa yang berasal dari kehendak bebas, lagi hukuman untuk dosa Augustunus tidak pernah mengatasi keraguan tentang asal usul jiwa manusiawi satu kali berkecendrungan kepada fikiran bahwa jiwa langsung diciptakan oleh tuhan pada saat konsepsi. Lain kali ia mengatakan bahwa jiwa anak berasal dari jiwa orang tuanya, sebagai mana dahulu sudah dikatakan tertullianus. Dari uraian diatas Augustinus termasuk pemikir termashur dalam sejarah agamna Kristen. Sampai dalam abad 1 3 (selama 800 tahun) ia sama sekali menguasai pemikiran kristiani.
Awal berkembangnya agama Kristen pada abad pertama, sudah ada pemikir-pemikir Kristiani yang menolak filsafat Yunani. Mereka berpendapat bahwa setelah Allah memberikan wahyu kepada manusia, maka mempelajari filsafat Yunani yang non-Kristen dan non-Yahudi adalah sia-sia bahkan berbahaya. Salah seorang pemuka pikiran ini ialah Tertulianus (160-222). Tetapi pemikir-pemikir Kristen lain ada yang juga mempelajari filsafat Yunani, a.l. Yustinus Martir (?-165), Klemens dari Alexandria (150-215), Origines(185-254). Gregorius dari Nanzianza (330-390), Basilius Agung (330-379). Gregorius dari Nyssa (335-394) menciptakan suatu sintesa antara agama Kristen dengan kebudayaan Hellenistik (filsafat Yunani), tanpa mengorbankan apapun dari kebenaran agama Kristen. Tetapi ada juga karangan-karangan yang diduga ditulis oleh Dionysios yang sangat berbau dengan Plotinus. Bapak gereja yang paling besar dari zaman Patristik ini ialah Augustinus (354-430). Ia menulis a.l.. "Confesiones" (pengakuan-pengakuan), "De Civitate Dei" (kota Allah). Augustinus diakui sebagai Bapak Gereja yang besar oleh orang-orang Katolik Roma maupun orang-orang Protestan. Dalam teologinya jelas ada pengaruh Plato. Tetapi pada umumnya ia berpegang ketat pada Alkitab yang diterimanya sebagai Firman Allah.
PENUTUP
A. kesimpulan
HELLENISME
• STOISISME
• EPIKURISME
• SKEPTISISME
• EKLEKTISISME
• NEOPLATONISME
PATRISTIK
1. Permuaan Patristik
Nama Patristik berasal dari kata latin yaitu Patres yang menunjukan kepada Bapa-bapa Gereja, berarti pujangga-pujangga Kristen dalam abad-abad pertama tarikh Masehi yang meletakkan dasar Intelektual untuk agama Kristen. Mereka merintis jalan dalam memperkembangkan teologi Kristiani. Seorang yang dengan jelas menganut pendirian ini adalah Tertullianus (160-222). Orang yang pertama digelari sebagai filsuf kristiani adalah Justinus Martyr (abad 2). Sekitar tahun 165 ia mati Stahid di Roma.
2. Jaman Keemasan Patristik Yunani
Dalam abad-abad pertama, Gereja Kristen mengalami penganiayaan terus-menerus dari pihak penguasa-penguasa Romawi. Keadaan ini berubah secara radikal, ketika pada tahun 313 Kaisar Constantinus Agung menngeluarkan pernyataan yang biasa disebut” Edik Milano” dimana kebebasan beragama untuk semua orang Kristen yerjamin. Sesudah kejadian ini agama Kristen berkembang pesat dalam semua Propinsi kekaisar Romawi.
Masa Patristik berakhir dengan Johannes Damascenus awal abad 8.
3. Jaman Keemasan Patristik Latin
Diantara para Bapa-bapa Gereja pada masa Patristik yang palinng besar adalah Augustinus (354-430). Dari sudut sejarah Filsafat, dialah pemikir yang paling penting dari seluruh masa Patristik. Augustinus menulis banyak karangan. Yang termansyur ialah Confussiones (pengakuan-pengakuan), dimana ia mengisahkan riwayat hidupnya berupa doa dihadapan Tuhan.
B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah kami ini, kami buat sebaik-baik mungkin, dan dalam penulisan ini tentu ada kekurangan dan kelebihan. atau sangat jauh dari kesempurnaan. untuk itu kemi mengharap kritik dan sarannya tentang makalah ini yang bersipat membangun sehingga makalah ini bisa jadi sempurna seperti yang kita harapkan.
WASSALAM………
DAFTAR FUSTAKA
Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat,kanisius,Yogyakarta, 1975.
W. Guthrie, A historiy of Greek philosophy, Cambridge,1981.
F. Copleston. A history af philosophy, london, 1946.
Rabu, 30 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
yang dikatakan oleh Saksi-Saksi Yehuwa semuanya tidak benar karena saksi-saksi Yehuwa adalah Bidat dan apa yang mereka kembangkan sangat bertolak belakang dengan ajaran Alkitab.
BalasHapusThanks